Minggu, 06 Februari 2011

cerita masa lampau

Teman-teman... kalian Pernah nonton sinetron Bidadari? Itu loh. Sinetronnya Lala (Marshanda) yang jadi anak tertindas dimanapun dari rumah sampai sekolah? Di rumah disiksa emak tiri, di sekolah disiksa saudara tiri dan teman SMP berhati setan (kalo g salah namanya jesica, bener gak?hehe).. Di sekolahnya, berbagai jenis penganiayaan terpaksa diterima Lala yang malang. Mulai dari dipukuli di toilet, diikat di WC, sampai disiram air keras, yang membuat Lala harus operasi plastik (sebenarnya ini akal-akalan sutradara supaya bisa ganti pemain utama sinetron). Yah, pantas saja Rutan Medaeng dan rutan-rutan lain penuh dengan pembunuh, lha wong sejak kecil tontonannya sudah kayak gini.

    Percaya atau tidak, kekerasan dalam dunia sekolah dasar pernah saya alami. Memang sih, tidak sampai ada adegan siraman air aki. Tetapi cukup membuat para korban ini menderita tekanan batin. Perbedaannya, kalau dalam sinetron tadi Lala menjadi korban.... Saya disini sebagai pelaku. Hehe (jangan suudzan dulu, tidak seburuk yang kalian pikirkan lo). Keisengan dalam diri sebenarnya sudah saya rasakan sejak kelas 2 sampai mau lulus SD. Kalau dihitung-hitung sudah ada dua.. eh tiga.. eh empat, eh.. banyak korban. Tetapi diantara korban-korban ini, ada satu yang paling saya ingat.. Namanya Indah (Bukan nama sebenarnya).
    Kisah penderitaan Indah dimulai ketika dia pindah sekolah ke SD ku tercinta waktu kelas 2. Perkenalan Indah di depan kelas sebenarnya cukup berkesan :
“Halo.. Namaku Indah, senang berkenalan dengan kalian” katanya dengan suara khas cewek Jawa daerah pinggir : Medhok
Salah seorang anak tiba-tiba nyeletuk, “ Ndah, gigimu kayak orangutan di bonbin”
“Lo kenapa?” tanya Indah dengan senyum manis (baginya)
“Habis gigimu dikerangkeng sih....”
Dan seisi kelas ngakak...
Masih dengan wajah bahagia, Indah mencari tempat duduk. Sayangnya dia memilih tempat duduk yang salah dia duduk di belakang dua anak paling jahil di kelas 2 : aku dan sepupuku, sebut saja Beny (kalo ini bukan nama samaran).  Pas pelajaran bahasa Indonesia, Indah mengeluarkan buku catatan. Aku dan Beny langsung merenggut buku dari tangan Indah dan membaca nama di sampul buku
“Indah Agustini, sapa tuh? Nama emakmu ya???” kataku
“Bukan, itu namaku tahu....”
“Namamu ndeso ya....”
“Eh, sialan.. namaku itu belum lengkap, ada terusannya. Yang bener Indah Agustiningsih, bagus kan???” Kata Indah dengan suara medhok dan bangga
“Bwahahahaha... Ndah, ndah..  ini seh nama penjaja kembang tujuh rupa di Pasar langgananku”

Itulah perkenalan pertama dengan Indah. Di hari-hari berikutnya, tangan-tangan kreatif kami (aku dan sepupuku) mulai bergerilya. Lempar kertas, nyubit, njambak, tapi untungnya bibir kami tidak ikut menyerang (pahatan stainless steel di giginya jelas bukan tandingan kami).
    Beberapa hari berikutnya terjadi insiden di kelas. Ada bau tahi!!!!!!.. aroma ini pertama kali ditemukan oleh aku dan Beny. Sebenarnya tidak akan manjadi masalah besar kalau Indah tidak ada di kelas saat itu. Semua anak mencari sumber bau mengendus meja, kolong meja, lantai, bangku, dan bokongnya sendiri. Tapi duet sepupu punya insting detektif.
“Ndah, kamu e’ek di rok ya!!! Ngaku!!!” kata Beny
“Enggak kok, bener, suer deh”
“wes ta ngaku wae!!!, wah Indah e’ek di rok!! Timpalku dan memberitahu seluruh kelas..
Semua mata tertuju padanya dengan pandangan takjub.. kok keren banget ya!! bisa e’ek di rok. Detik berikutnya anak-anak mengerumuni memojokkan Indah seperti maling jemuran yang tertangkap basah. Mereka meneriakkan yel-yel. Kejadian ini mirip sekali dengan adegan di sinetron Bidadari ketika anak-anak nakal menyoraki putri yang punya ibu tiri:
“Putri punya ibu tiri!!!!”
“Putri punya ibu tiri!!!!”
“Putri punya ibu tiri!!!!”
Bedanya, di kehidupan nyata sorakan untuk Indah jauh lebih tidak elit :
“INDAH NGGEMBOL!!!!!!”
“INDAH NGGEMBOL!!!!!!”
“INDAH NGGEMBOL!!!!!!”
Wajah Indah sudah mendung (hampir nangis). Entah karena terpojok, atau karena terharu dia dipuja sebagai artis nggembol. Untungnya nasibnya diselamatkan oleh kedatangan bu guru matematika. Yang namanya anak SD, setiap ada temannya menderita (dan ingin temannya lebih menderita lagi). Reaksi pertama yang dilakukan : mengadu.
“Bu Indah nggembol..!!!
Tanpa banyak bicara, Bu Guru menyuruh Indah maju je depan kelas, kemudian menghadap ke tembok sehingga membelakangi anak-anak. Dan yang dilakukan Bu Guru adalah...... Membuka rok Indah!!!!! Seperti pencabulan dalam kelas saja,hehe... Di dalam isi rok itu tampak CD putih bersih tanpa ada noda kuning kecoklatan. Ternyata tuduhan anak-anak tidak terbukti. Untung saja Bu Guru tidak memeriksa isi rok atau celana seluruh kelas, hanya dia yang jadi tumbal. Meskipun tidak terbukti, kejadian ini memberikan dampak lain, sejak saat itu tidak hanya duo sepupu yang suka menjahili Indah, tetapi hampir semua anak, terutama anak-anak cowok.
    Setahun berlalu sekarang kami naik ke kelas 3. Guru wali kelas juga berganti, kali ini wali kelas kami adalah guru wanita tua yang lahir ketika terjadi pendudukan Jepang di Indonesia. Beliau mewarisi karakter tentara Jepang, KEJAM!!. Beberapa peristiwa mengesankan masih tertanam dalam ingatanku. Pernah ada 2 anak cowok-cewek kepergok surat-suratan, dihukum bergandengan tangan di depan kelas sampai pulang sekolah, beberapa anak yang tidak mengerjakan PR di awal pelajaran, dihukum berdiri di depan kelas dari jam 9 sampai jam 1. Ada juga temanku yang tidak bisa perkalian diancam akan dikembalkan ke kelas 1. Pernah juga tanpa alasan yang jelas, ketika masuk pelajaran IPS beliau muring-muring dan menyuruh seisi kelas keluar.. Gila gak??!!. Indah, sebagai siswi yang (maaf) kecerdasannya di bawah rata-rata sering menjadi korban keganasan wali kelas ini. Tetapi kejadian satu ini yang paling kuingat, karena melibatkan (sekali lagi) duo sepupu.
    Saat itu pelajaran matematika, ada PR. Jika tidak mengerjakan, semua anak tahu bagaimana nasib mereka nanti. Indah mengeluarkan buku PR nya, dan aku tanya
“Ndah, udah ngerjain PR mu??”
“Udah yo,”
“Mosok?? Sapa yang ngerjain? Bapakmu lagi??”
“eh, biarin yang penting kan ngerjain.”
Duo sepupu yang seolah-olah menjadi polisi dunia saat itu punya rencana mulia (sebenarnya rencana busuk). Saat Indah keluar kelas (karena kebelet), Beny mengambil buku PR Indah yang tergeletak di atas meja, membuka PR hari ini, mengambil penghapus, dan..... Menghapus PR nya!! Indah datang saat kami mengembalikan buku diatas mejanya. Permainan baru saja dimulai, Bu Guru datang dan memanggil anak-anak satu persatu untuk mengumpulkan PR, dan tibalah giliran Indah. Dengan Pe-Denya dia maju dan memberikan bukunya. Bu Guru memeriksa, dan.....,,,
“Ndah, endi PR mu”
“Ada Bu dibelakang”
“Ndi, gak ono”
“Coba bu saya periksa”
Indah membolak-balik bukunya, tentu saja tulisannya (atau lebih tepatnya tulisan ayahnya) tidak ada, Indah mulai panik. Sesaat lagi dia akan menghadapi algojo.
“Ya ampun dimana ya, aduh”
“Kowe mbujuki gurumu yo, ngomong ae gak nggarap!!!!!”
“Ya ampun bu, saya ngerjain. Suer, bener deh”
“Wes gak atek alasan!!! Kowe iku goblik!!!” kata itu diucapkan sambil mengayunkan buku  ke kepala Indah. Selanjutnya, aku tidak ingat hukuman apa yang diberikan. Lagipula terlalu mengerikan untuk diingat. Begitulah, selama beberapa hari, beberapa bulan, dan berganti tahun nasibnya tidak mengalami perubahan. Sampai akhirnya saat kenaikan kelas dari kelas lima menuju kelas enam, Indah pindah sekolah. Alasannya sederhana : dia tidak naik kelas.
    Saat mengalami kejadian-kejadian tadi, yang ada dipikiran anak-anak SD adalah semua itu seperti lelucon. Tetapi saat kurenungkan ketika aku sudah SMA bahkan kuliah. Ternyata dulu aku nakal juga ya :P. Kalau saja ada kesempatan bertemu. Aku mau minta maaf padanya atas dosa-dosa dulu :D.